Ulasan Novel Manusia dan Badainya
Judul : Manusia dan Badainya
Penulis : Syahid Muhammad
Penerbit : Gradien Mediatama
Halaman : 300 halaman
BLURB
Karena salah satu
pemandangan paling puitis adalah melihat seseorang, takut-takutnya, serta
penderitaan dan tubuhnya yang gemetar. Melangkahkan keimanannya untuk mengambil
sikap, pergi dari hal-hal yang mengaku dan mengikat, kehormatan dan haknya
sendiri untuk tumbuh.
REVIEW
Halo kembali lagi
di blogitawelasti, kali ini aku akan mengulas sebuah novel berjudul Manusia dan
Badainya karya Syahid Muhammad. Ekspektasiku terhadap novel ini dari melihat
cover dan membaca judulnya ya akan mendapatkan pelajaran tentang pulih. Jadi
novel ini mengangkat tema tentang kesehatan mental, topik yang sangat aku suka
untuk dibahas.
Novel ini menggunakan
alur mundur, jadi flashback ke kisah tokoh Janu sebagai pemeran utama 12
tahun yang lalu, yang rasanya Janu ingin menyerah saja pada kehidupannya.
Dimula dengan kisah cinta antara Janu dan Bia saat masih SMA, Janu adalah
laki-laki yang lahir dari keluarga berkecukupan, akan tetapi dirinya itu
kekurangan kasih sayang dari Ibunya.
Sejak dulu ia
selalu bingung bagaimana menghadapi sikap Ibunya yang selalu menuntutnya untuk
melakukan berbagai hal. Seperti Ibunya tidak pernah puas dengan apa yang
dilakukan Janu dan Janu juga tidak pernah mendapatkan apresiasi dari Ibunya.
Sedangkan Ayahnya, dia memilih menjadi petani sangat mencintai tumbuhan akan
tetapi Ibunya tidak mendukung pekerjaan suaminya itu, Janu merasa asing dengan
keluarganya.
Jadi novel ini
menceritakan kisah seorang pria bernama Janu yang memiliki luka jiwa, Janu
ingin mengeyahkan semua luka itu dengan mencari orang lain yang dianggapnya
bisa menjadi obat lukanya. Hal ini digambarkan dari bagaimana Janu menjalin
hubungan dengan perempuan yang berbeda mulai dari Bia, Nurani, Livia, Kiran dan
kemudian Bia lagi.
Janu mungkinlah
gambaran sebagian orang di dunia yang mendapatkan luka dari rumahnya dan mencari
rumah baru yang ia anggap bisa mengobati luka itu, Janu juga mungkin sebuah gambaran
tentang anak yang tidak pernah terlihat cukup di mata Ibunya, Janu juga
gambaran dari sebagian orang yang tidak tahu harus melakukan apa dalam hidupnya
selain menuruti kemauan orangtuanya, ia seperti tidak bisa memilih.
Ketika Janu
menjadikan orang lain sebagai obatnya, ia sendiri lupa kalau orang lain juga
memiliki luka jiwanya masing-masing sampai tiba di suatu titik Janu merasa
lelah dengan orang lain (pasangannya) dan akhirnya hubungan mereka pun kandas.
Tokoh lain yang juga cukup dominan dalam novel ini adalah Pang dan Nata.
Pang merupakan sahabat
Janu sejak lama yang selalu ada dalam suka maupun duka Janu sedangkan Nata baru
dikenalnya setelah Pang bertemu dengan Nata di acara kencan buta.
Aku suka ketika
Janu sudah mulai tahu apa yang harus ia lakukan dalam hidupnya, Janu memutuskan
untuk mengembangkan bakat menggambarnya dengan mulai berbisnis bersama Nata dan
Pang. Menurutku akhirnya setelah merasakan berbagai luka, Janu tahu apa yang ia
sukai. Aku juga suka bagaimana dengan kisah persahabatan mereka bertiga yang
saling mendukung satu sama lain.
Ketika Janu butuh
tempat curhat, Nata dan Pang akan mendengarkannya. Ketika Nata dalam masalah
yang membuat Nata hampir menyerah, Pang dan Janu menyelamatkannya,
menjadikannya tempat yang aman untuk Nata begitu pula ketika Pang berhadapan
dengan masalahnya, mereka berdua juga selalu ada. Novel ini juga diselipkan
dengan kisah romansa dari Janu, Nata dan Pang.
Novel ini juga
menjelaskan tentang toxic relationship, berkisah tentang Nata dan Bryan
yang sebenarnya mereka berdua sama-sama membawa luka lalu berusaha untuk saling
membutuhkan namun akhirnya Bryan melakukan tindakan yang melukai Nata hingga
Nata terjebak dalam hubungan beracun itu. Penulis juga menjelaskan kepada
pembaca mengenai jangan takut untuk keluar dari hubungan yang beracun, bukan
tugas kita menjadi obat buat seseorang itu.
Novel ini memberikanku
banyak pelajaran salah satunya adalah bahwa ketika memiliki rumah yang meninggalkan
luka, jadikan sebagai bahan pelajaran untuk membuat rumah yang lebih baik
terhadap diri sendiri. Dari novel ini juga aku tahu bahwa sebenarnya obat dari
luka jiwa kita adalah diri kita sendiri. Hal ini juga diceritakan dalam novel
pada bagian ketika Janu pergi ke psikolog.
Sedikit cerita
dari aku, ketika aku pergi ke psikolog, psikolog tidak menyediakan obat apapun,
psikolog hanya membantu aku untuk menyadari bahwa sebenarnya aku ini adalah
obat atas luka-lukaku dan dengan bantuan psikolog aku jadi tahu apa yang seharusnya
aku lakukan. Novel ini merupakan perjalanan seorang Janu dan tokoh-tokoh
lainnya yang berjuang untuk pulih, yang menyadari bahwa waktu memang bisa
menyembuhkan akan tetapi dengan usaha yang terus mengiringi.
Bagaimana Janu
akhirnya bisa memeluk luka-luka itu, berusaha untuk bertahan dan terus
memperbaiki dirinya. Novel ini tidak terlalu berat menurutku, bahasa yang
digunakan juga mudah dipahami, jadi buku ini aku rekomendasikan untuk kamu yang
ingin berusaha mengenal dirimu dan berdamai dengan badai-badainya. Di sini juga
ada satu bagian tentang bagaimana Janu mengalami serangan panik (panic
attack) dan berusaha untuk mengontrol rasa paniknya dengan melihat
benda-benda di sekitar.
Kalau ditanya
siapa tokoh yang aku suka, sebenarnya adalah tokoh utamanya yaitu Janu sendiri.
Menurutku walaupun dulu Janu adalah manusia yang kebingungan, seperti tidak
memiliki tujuan tetapi dia mau berusaha untuk bangkit dan pulih. Sebelum aku
menutup review ini, aku mau menuliskan salah satu kutipan yang paling aku suka
dari novel Manusia dan Badainya,
“ Semoga
semua hal tidak nyaman di rumah sendiri jadi bahan baku pelajaran untuk
membangun rumah yang lebih baik di dalam diri sendiri.”